Fikes.umsida.ac.id – Emesis gravidarum atau mual muntah pada trimester pertama masih menjadi “teman setia” bagi banyak ibu hamil. Penelitian terbaru tim dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengungkap bahwa ibu primigravida mereka yang baru pertama kali hamil ternyata lebih rentan mengalami gejala ini.
Baca Juga: Kolaborasi ITS dan Umsida Perkuat Kader Posyandu untuk Generasi Sehat
“Ibu yang belum berpengalaman dalam menghadapi perubahan hormon cenderung lebih sulit beradaptasi sehingga mual muntahnya lebih parah,” tulis peneliti dalam laporan.
Temuan ini menegaskan pentingnya perhatian ekstra terhadap kehamilan pertama, bukan hanya dari sisi fisik, tetapi juga aspek psikologis.
Primigravida dan Risiko Emesis Gravidarum

Riset yang dipublikasikan di Indonesian Journal on Health Science and Medicine melibatkan 30 ibu hamil trimester pertama.
Hasilnya, mayoritas responden adalah primigravida berusia 20–25 tahun, dan lebih dari separuh mengalami emesis gravidarum tingkat sedang.
Menurut peneliti, fenomena ini erat kaitannya dengan perubahan hormon, khususnya Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dan estrogen, yang lebih sulit ditoleransi pada kehamilan pertama.
“Primigravida belum mampu beradaptasi dengan lonjakan hormon, sehingga gejala mual muntah lebih intens,” jelas laporan penelitian.
Temuan ini sejalan dengan studi lain yang menunjukkan kadar hormon estrogen lebih tinggi pada ibu primigravida, sehingga meningkatkan risiko gejala mual dan muntah.
Fakta ini menegaskan bahwa kehamilan pertama memang fase yang rawan, bukan hanya dari sisi fisiologis tetapi juga dari kesiapan mental.
Kecemasan Memperburuk Kondisi
Selain faktor hormonal, aspek psikologis ternyata berperan besar. Penelitian menemukan hubungan signifikan antara tingkat kecemasan dengan keparahan emesis gravidarum (p=0.006).
Ibu primigravida dengan kecemasan sedang hampir seluruhnya (81,8%) mengalami mual muntah tingkat sedang.
Peneliti menjelaskan bahwa kecemasan memicu pelepasan hormon adrenalin dan norepinefrin berlebih, yang akhirnya menurunkan fungsi pencernaan.
“Kondisi ini membuat gejala mual muntah semakin parah, bahkan berpotensi berkembang menjadi hyperemesis gravidarum jika tidak ditangani,” tegas peneliti.
Dengan kata lain, kehamilan pertama bisa menjadi “ujian ganda”: adaptasi terhadap perubahan biologis sekaligus tekanan psikologis. Kombinasi keduanya menjadikan primigravida kelompok yang paling rentan.
Implikasi dan Upaya Pencegahan

Temuan ini membawa implikasi praktis bagi tenaga kesehatan. Riset menegaskan pentingnya skrining dini tingkat kecemasan pada ibu hamil, terutama yang baru pertama kali hamil.
Dengan deteksi cepat, tenaga medis dapat memberikan edukasi, konseling, hingga terapi sederhana untuk membantu mengurangi kecemasan.
Selain itu, dukungan keluarga dan lingkungan juga sangat penting. Ibu hamil yang merasa didampingi lebih mampu menghadapi perubahan fisik dan emosional di awal kehamilan.
“Pendekatan holistik yang mencakup aspek medis dan psikologis sangat dibutuhkan agar gejala emesis gravidarum dapat dikelola sejak dini,” terang peneliti.
Harapannya, dengan pemahaman lebih baik tentang kerentanan primigravida, program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat lebih fokus pada pencegahan hyperemesis gravidarum yang berisiko membahayakan ibu dan janin.
Baca Juga: Inovasi Mannequin Acupressure LED dan Audio, Kebidanan Umsida Tembus Kilab 2025 Kemdikti Saintek
Penelitian Fikes Umsida membuktikan bahwa ibu primigravida memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap emesis gravidarum, dengan peran signifikan dari faktor hormonal dan psikologis.
“Semakin berat kecemasan, semakin parah pula gejala mual muntah yang dialami,” simpul peneliti.
Fokus pada edukasi, pendampingan psikologis, serta skrining dini menjadi kunci dalam mencegah komplikasi.
Artikel ini sekaligus menjadi pengingat bahwa kehamilan pertama adalah fase penuh tantangan, namun dengan dukungan tepat, ibu dapat melewatinya lebih sehat dan nyaman.
Sumber: Evi Rinata
Penulis: Novia