Kebidanan.umsida.ac.id – Anemia merupakan salah satu masalah gizi paling umum yang dialami remaja putri di Indonesia. Kondisi ini ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah, yang menyebabkan tubuh kekurangan oksigen. Anemia pada remaja bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti asupan gizi yang buruk, menstruasi yang berlebihan, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya asupan zat besi dalam makanan sehari-hari.
Kebutuhan asupan zat besi pada remaja putri meningkat seiring dengan pertumbuhan fisik dan dimulainya menstruasi. Namun, tidak semua remaja mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Ketidak seimbangan antara kebutuhan dan asupan zat besi ini akhirnya menyebabkan anemia. Gejala anemia dapat berupa kelelahan, pusing, kulit pucat, sesak nafas, dan gangguan konsentrasi. Dalam jangka panjang, anemia dapat menurunkan kualitas hidup, prestasi akademik, hingga produktivitas remaja.
Salah satu dampak anemia yang paling sering tidak disadari adalah kaitannya dengan dismenore atau nyeri haid. Dismenore adalah kondisi nyeri hebat di perut bagian bawah yang terjadi sebelum atau selama menstruasi. Kondisi ini seringkali dianggap wajar, padahal dalam banyak kasus bisa menjadi gejala dari masalah kesehatan lain, seperti anemia.
Sebuah riset yang dilakukan oleh dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida), yaitu Paramitha Amelia Kusumawardani, SST M Keb bersama Cholifah, SST M Kes membuktikan adanya hubungan yang erat antara anemia dan dismenore pada remaja putri.
Studi ini melibatkan 40 remaja usia 18–20 tahun dan menemukan bahwa 70% responden menderita anemia, dan dari jumlah tersebut, 92,8% mengalami dismenore. Sementara itu, pada remaja yang tidak anemia, hanya 66,7% yang mengalami nyeri haid.
Anemia pada Remaja, Masalah yang Tidak Boleh Diabaikan

Anemia pada remaja seringkali tidak terdiagnosis karena gejalanya dianggap ringan atau biasa saja. Padahal, remaja dengan anemia cenderung mengalami penurunan konsentrasi, mudah lelah, dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah. Kondisi ini sangat mempengaruhi aktivitas sehari-hari, termasuk proses belajar di sekolah.
“Banyak remaja tidak menyadari bahwa mereka anemia. Ketika lelah, pusing, atau lesu, mereka mengira itu hanya karena kurang tidur atau terlalu banyak aktivitas. Padahal, bisa jadi tubuh mereka kekurangan zat besi,” jelas Paramitha Amelia Kusumawardani, dosen kebidanan Fikes Umsida.
Dalam penelitian tersebut, 50% dari remaja yang anemia masuk kategori anemia sedang, 46,5% anemia ringan, dan 3,5% mengalami anemia berat. Kadar hemoglobin yang rendah membuat jaringan tubuh, termasuk rahim, tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup saat menstruasi, yang kemudian memicu rasa nyeri.
Dismenore dan Kaitannya dengan Anemia, kurangnya asupan zat besi
Dismenore sering dianggap sebagai bagian wajar dari siklus menstruasi. Namun, dalam konteks medis, nyeri haid yang berlebihan bisa jadi indikator adanya gangguan seperti anemia. Mekanismenya cukup jelas saat hemoglobin rendah, suplai oksigen ke rahim berkurang, menyebabkan iskemia. Kondisi ini memicu pelepasan hormon prostaglandin dan vasopresin, yang membuat kontraksi otot rahim menjadi lebih kuat dan menyakitkan.
“Iskemia yang terjadi karena anemia inilah yang memperparah dismenore. Hormon-hormon yang dilepaskan tubuh akibat kekurangan oksigen menambah intensitas nyeri yang dirasakan oleh remaja putri saat menstruasi,” tambah Cholifah.
Riset ini juga menunjukkan bahwa remaja yang tidak anemia hanya mengalami dismenore dalam tingkat ringan atau sedang, sedangkan mereka yang anemia bisa merasakan nyeri tingkat sedang hingga berat. Data ini menguatkan bahwa anemia memiliki kontribusi besar dalam memperparah dismenore.
Solusi pencegahan
Penelitian ini tidak hanya menyoroti masalah, tetapi juga menawarkan solusi. Salah satunya adalah pentingnya peran bidan komprehensif dan profesional dalam edukasi dan pemantauan kesehatan remaja putri. Bidan memiliki posisi strategis untuk melakukan deteksi dini anemia dan memberikan edukasi terkait pentingnya konsumsi makanan bergizi, terutama yang mengandung zat besi.
“Bidan adalah ujung tombak dalam membina kesehatan remaja. Mereka tidak hanya bertugas membantu persalinan, tetapi juga mendampingi proses perkembangan remaja sejak dini, termasuk dalam edukasi gizi asupan zat besi dan kesehatan reproduksi,” tegas Paramitha.
Langkah konkret yang bisa dilakukan bidan antara lain:
- Melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin secara berkala di sekolah
- Memberikan penyuluhan tentang pentingnya tablet tambah darah
- Mengajarkan pola makan seimbang yang kaya asupan zat besi
- Menyusun program skrining anemia di kalangan remaja
Fikes Umsida melalui riset ini meneguhkan komitmennya untuk menghasilkan lulusan bidan yang tidak hanya kompeten dalam praktik klinis, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan di masyarakat. Mahasiswa kebidanan didorong untuk aktif dalam penyuluhan, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat, khususnya remaja putri.
Baca Juga : Waspadai Preeklamsia dan Eklamsia, Kebidanan Umsida Ungkap Deteksi Dini dan Penanganan Kegawat Daruratan
Dengan adanya riset ini, masyarakat, khususnya orang tua, guru, dan remaja putri sendiri, diharapkan lebih waspada terhadap gejala anemia. Nyeri haid yang berlebihan tidak boleh dianggap biasa. Bisa jadi, itu adalah sinyal bahwa tubuh kekurangan asupan zat besi dan butuh intervensi.
“Remaja putri adalah generasi penerus. Menjaga kesehatan mereka hari ini adalah investasi untuk masa depan. Edukasi, deteksi dini, asupan zat besi dan pendampingan dari bidan profesional adalah langkah awal untuk mencetak generasi yang sehat, kuat, dan berdaya saing,” pungkas Cholifah.
Sumber : Paramitha Amelia Kusumawardani
Penulis : Amelia Hidayatus Sabila