Kebidanan.Umsida.ac.id – Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, masih menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Sidoarjo.
Baca Juga : Wujudkan Standar Pendidikan Tinggi Kesehatan yang Unggul S1 Kebidanan Umsida Raih Akreditasi Baik Sekali
Berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat tahun 2023, prevalensi stunting pada anak di bawah usia lima tahun berkisar 12–14%. Meski angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata Jawa Timur, namun beberapa kecamatan seperti Taman, Waru, Krembung, dan Porong masih mencatatkan kasus yang relatif tinggi.
Menurut Yanik Purwanti SST M Keb, dosen Program Studi S1 Kebidanan dan Profesi Bidan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), stunting bukan hanya soal tinggi badan semata.
“Stunting adalah persoalan kualitas sumber daya manusia jangka panjang. Anak stunting berisiko mengalami gangguan perkembangan kognitif dan produktivitas rendah saat dewasa,” ujarnya dalam wawancara eksklusif.
Faktor Utama Penyebab Stunting
Faktor utama penyebab stunting, lanjutnya, berkaitan erat dengan kurangnya edukasi pada ibu hamil dan menyusui, pola makan yang tidak optimal, akses sanitasi yang belum merata, serta lemahnya kolaborasi lintas sektor. Maka, intervensi perlu dilakukan secara komprehensif sejak awal, bahkan sejak masa kehamilan.
Dalam isu stunting, bidan memiliki peran kunci sebagai detektor dini sekaligus edukator utama. Melalui pemeriksaan antenatal care (ANC), bidan dapat mendeteksi risiko stunting dengan cara memantau status gizi ibu hamil, pertumbuhan janin, hingga penilaian antropometri bayi baru lahir.
“Bidan tidak hanya memeriksa, tapi juga mengedukasi ibu hamil untuk mengonsumsi makanan bergizi, menghindari junk food, rutin minum tablet tambah darah, dan memahami pentingnya ASI eksklusif,” jelas Yanik.
Upaya Preventif Stunting Menurut Fikes Umsida
Edukasi juga mencakup pentingnya menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan dan memastikan akses air bersih untuk mencegah infeksi yang bisa berdampak pada janin. Sedangkan pada ibu menyusui, edukasi berfokus pada pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pengenalan MPASI tepat usia, serta pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin di Posyandu.
Tak kalah penting, bidan juga aktif dalam skrining tumbuh kembang dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi dan lingkar kepala bayi, serta memantau grafik pertumbuhan (KMS/e-PPGBM). Jika ditemukan gangguan, bidan akan melakukan deteksi dini dan merujuk kasus untuk penanganan lebih lanjut.
Melalui pendekatan yang menyeluruh dan berbasis bukti, bidan berperan sebagai tenaga kesehatan yang komprehensif dan profesional dalam mendampingi keluarga mencegah stunting sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Ini sejalan dengan visi Program Studi Kebidanan FIKES UMSIDA untuk mencetak bidan unggul yang siap berkontribusi dalam peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Edukasi 1000 HPK Anak Sebagai Investasi Masa Depan Bangsa

Pencegahan stunting tidak dapat dilepaskan dari kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu periode emas sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. Dalam rentang waktu ini, kualitas gizi dan lingkungan sangat menentukan masa depan anak.
Edukasi yang diberikan bidan tidak hanya menyasar ibu hamil, tetapi juga perlu mencakup anggota keluarga lainnya, khususnya suami. Dukungan emosional dan praktis dari keluarga akan meningkatkan keberhasilan program gizi ibu dan anak.
Oleh karena itu, bidan diharapkan menjadi fasilitator kelas ibu hamil, mengadakan konseling gizi, dan mendorong keterlibatan aktif suami dalam setiap tahapan kehamilan hingga kelahiran.
“Masyarakat perlu paham bahwa mencegah stunting bukan tugas pemerintah atau tenaga kesehatan semata. Dibutuhkan sinergi seluruh elemen, mulai dari keluarga, tokoh masyarakat, hingga kader kesehatan,” tutur Yanik.
Yanik menambahkan bahwa penurunan angka stunting harus menjadi tanggung jawab lintas sektor, mulai dari tenaga kesehatan, dinas kesehatan, penyuluh KB, tokoh masyarakat, hingga pemerintah desa.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah edukasi melalui kelas ibu hamil, Posyandu, media lokal, hingga media sosial. Selain itu, kunjungan rumah oleh bidan dan kader kesehatan dapat menjangkau keluarga dengan resiko tinggi. Bahkan, menurut Yanik, edukasi tentang gizi dan kesehatan reproduksi sebaiknya dimulai sejak remaja di sekolah dan pesantren, karena mereka adalah calon ibu masa depan.
“Kolaborasi yang kuat akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak, dan ini harus dimulai dari kesadaran keluarga,” pungkasnya.
Baca Juga : Tips Aman bagi Ibu Hamil Konsumsi Daging Kurban Selama Idul Adha Menurut Dosen Kebidanan Fikes Umsida
“Stunting bukan hanya soal tinggi badan, tapi soal masa depan anak-anak kita. Maka lindungi anak sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Berikan ASI eksklusif, MPASI bergizi, jaga kebersihan, dan pantau tumbuh kembangnya. Cegah stunting hari ini untuk Indonesia yang lebih kuat dan cerdas di masa depan” Imbuhnya dengan penuh harap.
Penulis : Amelia hidayatus sabila
Editor : Novia