Kebidanan.umsida.ac.id – Dismenore, atau nyeri menstruasi, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh remaja putri. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi D3 Kebidanan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengungkapkan beberapa temuan menarik yang memperkuat pentingnya perhatian terhadap faktor kesehatan reproduksi. Dari hasil survei terhadap 81 responden, ditemukan berbagai faktor yang memengaruhi kejadian dismenore. Berikut adalah delapan fakta menarik yang perlu diketahui.
Baca juga: 8 Keunggulan Utama Posyandu di Desa Ketajen Solusi Kesehatan Anak Balita
1. Anemia Sebagai Faktor Utama Dismenore
Studi ini mencatat bahwa 70,37% remaja mengalami anemia, dengan sebagian besar berada pada tingkat sedang (49,12%). Dari mereka yang anemia, 94,74% juga mengalami dismenore. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah, yang menyebabkan pasokan oksigen ke organ reproduksi berkurang. Akibatnya, vasokonstriksi pada pembuluh darah di area rahim dapat memicu nyeri hebat selama menstruasi.
Anemia pada remaja sering kali disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang, kurangnya asupan zat besi, atau aktivitas fisik yang tinggi tanpa diimbangi dengan nutrisi yang cukup. Oleh karena itu, penting untuk mendorong konsumsi makanan kaya zat besi seperti sayuran hijau, daging tanpa lemak, dan kacang-kacangan.
2. Status Gizi Normal Belum Cukup Melindungi
Sebanyak 54,32% remaja memiliki status gizi normal berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), namun mayoritas tetap mengalami dismenore. Temuan ini menunjukkan bahwa status gizi normal tidak selalu menjadi indikator perlindungan terhadap nyeri menstruasi. Meskipun IMT normal, asupan nutrisi mikro, seperti zat besi dan kalsium, tetap harus diperhatikan untuk mengurangi risiko dismenore.
Selain itu, remaja sering kali lebih memilih makanan cepat saji yang tinggi kalori tetapi rendah zat gizi. Pola makan seperti ini dapat mengakibatkan defisiensi nutrisi, yang pada akhirnya berkontribusi pada tingginya kejadian dismenore.
3. Olahraga Teratur Membantu Mengurangi Nyeri
Hampir 87,65% responden dalam penelitian ini tidak melakukan olahraga secara teratur. Remaja yang tidak aktif secara fisik memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami dismenore dibandingkan dengan mereka yang berolahraga secara rutin. Aktivitas fisik, terutama olahraga ringan seperti berjalan kaki, yoga, atau bersepeda, dapat meningkatkan produksi hormon endorfin dalam tubuh. Endorfin berfungsi sebagai pereda nyeri alami yang membantu mengurangi intensitas nyeri saat menstruasi.
Latihan fisik yang teratur juga membantu meningkatkan sirkulasi darah, termasuk di area panggul, sehingga mengurangi risiko kontraksi berlebihan yang menyebabkan nyeri.
4. Kurangnya Pengetahuan Tentang Dismenore
Sebanyak 91,3% remaja dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang kurang tentang dismenore. Ketidaktahuan ini sering kali menyebabkan kecemasan berlebih saat menghadapi menstruasi, yang akhirnya menurunkan ambang nyeri mereka. Rendahnya tingkat pengetahuan ini juga berkontribusi pada pola hidup yang kurang sehat, seperti kurangnya olahraga atau asupan nutrisi yang tidak memadai.
Edukasi kesehatan reproduksi sejak dini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran remaja tentang pentingnya menjaga kesehatan tubuh selama menstruasi. Informasi yang tepat dapat membantu mereka mengelola nyeri dengan lebih baik dan mencegah komplikasi yang lebih serius.
5. Kejadian Dismenore Sangat Tinggi
Penelitian ini mencatat bahwa 87,65% responden mengalami dismenore, dengan 77,46% di antaranya merasakan nyeri ringan, 12,68% nyeri sedang, dan 9,86% nyeri berat. Tingginya angka ini mengindikasikan bahwa dismenore adalah masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian lebih serius. Pendekatan holistik yang melibatkan edukasi, perbaikan nutrisi, dan kebiasaan olahraga dapat menjadi solusi untuk mengurangi angka kejadian dismenore.
6. Deteksi Dini Anemia Penting Dilakukan
Anemia ringan hingga sedang sering kali tidak disadari oleh remaja. Deteksi dini dengan pemeriksaan kadar hemoglobin secara rutin sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang sering mengalami nyeri menstruasi. Dengan intervensi berupa suplementasi zat besi atau pola makan yang diperbaiki, kejadian dismenore dapat dikurangi secara signifikan.
7. Manfaat Edukasi Kesehatan Reproduksi
Kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi, termasuk pengetahuan tentang dismenore, menyebabkan remaja tidak memprioritaskan langkah pencegahan. Program pendidikan kesehatan reproduksi yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah atau kampus dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran remaja tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi.
8. Pendekatan Terpadu untuk Menangani Dismenore
Pendekatan terpadu yang melibatkan perbaikan gizi, olahraga rutin, dan edukasi kesehatan terbukti efektif dalam mengurangi angka kejadian dismenore. Membiasakan olahraga ringan, seperti jalan santai atau yoga, dapat membantu memperbaiki aliran darah ke rahim. Selain itu, pola makan sehat yang mencakup konsumsi makanan kaya zat besi, kalsium, dan vitamin C akan mendukung kesehatan reproduksi secara menyeluruh.
Penelitian ini menyoroti pentingnya perhatian terhadap kesehatan reproduksi remaja, terutama dalam mengelola faktor-faktor yang memengaruhi dismenore. Dengan deteksi dini anemia, perbaikan status gizi, olahraga teratur, dan edukasi yang memadai, remaja dapat menghadapi menstruasi dengan lebih nyaman dan percaya diri. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu mencegah nyeri, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Sumber: Cholifah HUBUNGAN ANEMIA, STATUS GIZI, OLAHRAGA DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI
Penulis: Ayunda H